infowonogiri.com- WONOGIRI-Namanya Endang Lestariningsih, umurnya sudah 43 tahun. Dia tinggal bersama suaminya Susanto di Dusun Sampang RT 02 RW 03 Desa/Kecamatan Karangtengah.
Ibu satu anak dan satu cucu ini, mempunyai usaha rumahan, “Karya Bhakti”. Karya Bahkti dibangun di belakang pada tahun 1985. Bidang usaha penyulingan minyak daun cengkeh. Di belakang rumahnya terdapat empat panci raksasa tempat menyuling daun cengkeh asal Karangtengah dan daerah lain, termasuk –rencananya- mendatangkan dari luar Jawa.
Usahanya dimulai oleh Susanto sebelum menikahi Endang. Pertengahan 1985, Endang menikah dengan Susanto, pria asli Karangtengah. Endang berasal dari Desa Pidekso Kecamatan Giriwoyo. Cerita soal usahanya, Endang punya kisah hidup cukup menarik. Tidak hanya soal usahanya yang ditekuni ini. Nah selain penyulingan daun cengkeh, jauh sebelumnya Endang pernah berjualan kacang bawang keliling ke warung sekolah dan lainnya. “Jualan tempe kedelai, bikin sendiri mbungkusi sendiri dan dijual sendiri,” tutur wanita sumringah dan banyak senyum ini.
Ia juga pernah dagang kelontong, hasil bumi dan apa saja yang prospek. Berawal dari dagangan “kecil” itu lalu beranjak berjualan barang berharga seperti emas dan kebutuhan kaum hawa. Namun yang ditekuni saat ini berdagang perhiasan dan penyulingan daun cengkeh. Usaha itu dijalaninya tidak dengan mudah. Banyak rintangan. Jatuh bangun dan bangkrut berulang kali dirasakan.
Contoh ketika suaminya menjagokan sebagai Kepala Desa tahun ‘90an. Terjun politik di tingkat desa itu cukup menguras pundi pundinya. Saat itulah usahanya hancur akibat terkendala keuangan. “Tahun-tahun itu kami tidak punya apa-apa lagi. Lalu coba jualan kayu glondong, lalu bangkrut. Jualan emas bangkrut, lalu bangkit lagi, gagal karena suaminya menjagokan sebagai anggota dewan,” tuturnya. Endang tidak mau kalah pasrah oleh keadaan. Segala daya upaya dikerahkan.
Bangkit lah dia! “Ibarat orang sakit, waktu itu saya sakit sesakit sakitnya. Ibaratnya saya seperti mati suri. Saya hidup dan bangkit lagi berkat pertolongan Tuhan melalui Bunda Sari Daun,” tuturnya. Endang juga tak mau melupakan dukungan dan doa restu keluarga kawan dan tetangganya. “Saya ucapkan terima kasih kepada bunda Sari Daun, dan saya mohon maaf sering merepotkan dan berbuat salah. Saya belum bisa membalas baik budi bunda Sari Daun, saya tidak akan melupakan kebaikan Bunda, saya akan membalas kebaikan Bunda dengan kebaikan pula semaksimal mungkin,” kata sambil menyeka kedua matanya.
Karena itu, Endang berpesan kepada siapapun, jangan memandang kesuksesan sekilas saja. Tapi perhatikan, cermati perjalanan hidupnya. “Waktu itu, kalau tidak diberi petunjuk dan ditolong Ibunda, saya tidak akan sembuh dari sakit. Tahun lalu, saya bingung, malu, diri ini seperti tidak ada harganya karena banyak hutang,” kata perempuan yang diasuh kakeknya sejak kecil karena ditinggal mati ibunya. “Lebaran tahun lalu saya hanya punya uang Rp.85 ribu, bayangkan! Waktu itu tahun kedua, suami saya menduduki kursi dewan, banyak tamu dan kader berdatangan.
Waktu itu pabrik macet karena musim penghujan. Tahun ini saya bangkit, hidup lagi dan mulai sehat. Kami ingin lebih baik lagi pada hari yang akan datang,” tuturnya sambil tersenyum ceria. Endang-Susanto dikaruniai satu anak lelaki, Fidi Pranika (25) telah menikah. Perempuan gigih ini bekerja dibantu 36 karyawannya. Endang anak pertama pasangan Sri Mulyanto (pensiunan guru SD) dan Tumiyem (pedagang). Endang mempunyai prinsip “Hidup adalah Untuk Orang Lain”. Membantu dan gotong royong adalah tanggungjawabnya diluar kepentingan politik. ([email protected])