WONOGIRI-Seorang gadis kecil berjalan gontai. Kedua kakinya melangkah menuju ruang sidang utama di Kantor Pengadilan Negeri Wonogiri, Senin (12/2). Perempuan berusia sekitar 14 tahun itu seperti tampak sedang menanggung bebat berat. Tubuh gadis itu tampak sedang berbadan dua. Dikabarkan gasdis berambut panjag itu sedang hamil 8 bulan.
Loh siapakah yang menghamilinya? Pria yang dituduh telah menghamili adalah Wakijan (45) warga Dusun Dawe RT 02 RW 06 Desa Watuagung Kecamatan Baturetno. Persetubuhan itu diperkirakan terjadi antara Juni dan Juli 2010 silam. Kali petama tejadi di tanah lapangan dan kali kedua terjadi di dalam rumah.
Kehadiran gadis, sebut saja Korban, adalah dalam rangka memenuhi panggilan majlis hakim PN Wonogiri. Keperluannya untuk dimintai keterangan terkait peristiwa yang dialaminya. Siding dipimpin oleh majlis hakim Erly Soelistyarini didampingi hakim anggota Nyoman Suharta dan Siti Insirah. Hadir jaksa penuntut umum Suwarti. Sedangkan terdakwa didampingi penasehat hukumnya Suryanto.
Karena siding perkara ini melibatkan anak anak, maka siding dinyatakan tertutup bagi siapapun. Termasuk orang tua korban maupun penasehat korban. Korban kemarin didampingi oleh kedua orang tuanya berinisial Lr (45) dan Dr (44). Ayah dan ibu tiga anak ini merasa keberatan melepaskan anak keduanya (korban) duduk di kursi persidangan sendirian.
“Anak saya ketakuatan, dia masih mengalami trauma. Kalau lihat pelaku takut. Karena dia dulu diancam akan dibunuh kalau menceritakan kejadiannya,” tutur Lr. Namun demikian aturan siding tertutup tetap diberlakukan. Sehingga ayah dan ibu korban tetap menunggui di luar ruang siding bersama tiga saudaranya yang lain.
Terlihat empat aktifis LSM Spekham dan Aliansi Peduli Perempuan (APP) Sukses juga turut hadir mendampinginya. Diluar kedua orang tuanya bercerita. Ibunya mengatakan tidak tega melihat anaknya menjadi korban percabulan. Namun nasih sudah menjadi bubur. Tuhan telah menentukan jalan hidupnya harus dilalui dengan berat.
Sedangkan ayahnya menganggapnya sebagai sebuah ujian. Ketika awal, dia mengakui sangat berat. Namun kini sudah tidak terlalu dirasakannya. “Biasa saja, dengan lingkungan juga tidak ada masalah. Anaknya di sekolah juga tetap saja gak ada masalah. Anaknya tetap berangkat sekolah sendirian tampa diantarkan,” ujarnya.
Diceritakan, anaknya memang tetap bersekolah meski dalam keadaan hamil. Anaknya sempat tidak sekolah beberapa hari setelah diketahui dia hamil. Awalnya pihak sekolah yang melarang bersekolah. Namun bekat bantuan LSM Spekham dan APPS serta kepolisian korban diperbolehkan melanjutkan sekolahnya sampai lulus.
“Saya berharap setelah lulus SD nanti, dia tetap melanjutkan sampai lulus SMEA. Merekalah mbak mbak yang nuturi, mereka sering datang mendampingi anak saya berlajar. Biarlah dia sekolah, nanti kalau sudah lahir saya yang akan membesarkanya,” ujar ibu petani yang dikaruniai tiga anak perempuan semua itu.
Dalam persidangan kemarin, majlis hakim juga memintai keterangan kedua orang tua korban. Sidang kemarin adalah kali pertama sejak kasus tersebut meletus.