WONOGIRI–Masyarakat di Desa Dlepih, Kecamatan Tirtomoyo menggelar kegiatan tradisi sedekah bumi di Obyek Wisata Kahyangan, Senin (27/12) malam.Upacara ritual itu dimaksudkan sebagai ungkapan doa dan rasa syukur warga setempat kepada Tuhan Yang Maha Esa agar hidupnya selamatan, tentram dan senantiasa terhindar dari bencana alam.
“Sekaligus sebagai penghormatan terhadap nilai tradisi dan kearifan lokal yang ada dalam rangka memeringati tahun baru hijriah atau tahun Suro dalam istilah Jawa,” demikian uangkap Camat Tirtomoyo, Teguh Waluyatmo di hadapan Bupati Wonogiri Danar Rahmanto dan Wakil Bupati Wonogiri, DPRD, Muspida, dan jajaran Pimpinan SKPD Kabupaten Wonogiri.

Selama ini, setiap Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon setiap bulan Suro, masyarakat setempat menggelar upacara Sedekah Bumi, di lanjutkan pentas wayang kulit semalam suntuk. Acara sedekah bumi ini juga sebagai upaya promosi objek wisata Kahyangan yang terletak di Desa Dlepih ke luar daerah.

Pentas mendalang sebvanyak 5 dalang dari sanggar seni Tirto Laras Tirtomoyo yaitu Ki Supriyanto; Ki Didbyosusanto; Ki Puguh Haryanto; Ki Sukarman; dan Ki Broto Carito dengan lakon Semar Mbangun Kahyangan.

Semantara Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga  (Disbudparpora) Kabupaten Wonogiri, Wisata Spiritual Kahyangan ini merupakan petilasan pertapaan Raja-Raja Tanah Jawa (Mataram) antara lain Sultan Agung dan Panembahan Senopati.

Konon di tempat inilah Danang Suto Wijoyo mendapatkan wahyu Raja kemudian bergelar Panembahan Senopati. Selain itu juga digunakan untuk mengadakan perjanjian dengan Kanjeng Ratu Kidul untuk bersama-sama membangun pemerintah di Jawa (Mataram). (bsr)

By Redaksi

One thought on “Semar Mbangun Kahyangan Tirtomoyo”
  1. Kelima dalang tersebut merupakan aset Dalang Tirtomoyo yang dengan tulus mengabdikan diri di dunia pakeliran …. sayangnya perhatian Dinas terkait untuk membinanya belum saya lihat …. Saya tahu persis kelimanya … instrumen yang digunakan untuk latihan masih jauh dari harapan …

    Coba dibayangkan ketika Malaysia saja mewajibkan semua Sekolah dari SD – Perguruan Tinggi (bahkan di Perguruan Tinggi digunakan sebagai iringan wisuda) kenapa di negeri asalnya malah kurang diperhatikan ????

Tinggalkan Balasan