infowonogiri.com-WONOGIRI-Dugaan kasus pemurtadan (berpindah agama) yang dialami oleh 19 orang warga Pracimantoro disikapi oleh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Wonogiri. Ketua FKUB Kabupaten Wonogiri, H. Hadi Narwoto, mengatakan, pengurus FKUB telah turun ke Pracimantoro.
Namun FKUB belum bisa bertemu dengan ke 19 orang yang diduga menjadi korban permurtadan. Pengurus FKUB juga belum bisa bertemu dengan pihak orang atau kelompok yang mengajak ke 19 orang berpindah agama.
“Kami baru bertemu dengan tokoh-tokoh agama Pracimantoro, yang melaporkan ada warganya yang dipaksa berpindah agama. Tetapi kami belum bisa bertemu dengan ke 19 orang itu dan pihak yang mengajak pindah agama. Jadi baru sebatas informasi, yang masih perlu digali,” ujar H Narwoto.
Hadi Narwoto menandaskan jika informasi yang dilaporkan tokoh agama di Pracimantoro benar, bahwa telah terjadi pemurtadan (pindah agama) dengan cara paksaan atau penipuan atau tipu muslihat maka, perbuatan itu melanggar Kemutusan Menteri Agama (KMA) Nomor 70 Tahun 1978.
KMA Nomor 70 Tahun 1978 adalah Tentang Tata Cara Pengembangan Agama. Namun sayang, menurut Narwoto, dalam KMA tersebut tidak diatur sanksi dan ancamannya bagi orang atau pihak yang melanggar aturan tersebut.
“Kalau terjadi pemurtadan terhadap ke 19 orang warga Pracimantoro maka itu tidak bisa ditolelir. Karena itu berarti terjadi pemaksaan terhadap keyakinan seseorang untuk agama. Itu harus di urus. Itu harus dituntaskan. Itu jelas melanggar hak asasi manusia,” tegas H. Hadi Narwoto.
Mantan Anggota DPRD Wonogiri dua periode ini, menambahkan bahwa memilih agama adalah hak asasi setiap manusia. Setiap manusia boleh memilih agama sesuai keyakinan masing-masing. Siapapun, kapapun dan dengan cara apapun tidak ada yang boleh memaksakan kehendak.
Apa yang terjadi di Praci, menurut informasinya, pelaku mengajak ke 19 orang untuk direkrut menjadi calon tenaga kerja. Tetapi yang terjadi ke 19 orang itu diinapkan di hotel. Didoktrin dan dibaptis, lalu diberi uang perhari Rp.100 ribu perhari, selama tiga ada yang bilang empat hari.
Pendapatanya, apa yang dialami 19 orang warga Pracimantoro, benar telah tejadi pemurtadan dengan modus penipun rekruitmen tenaga kerja. Berarti terindikasi dua pelanggaran. Pelanggaran KMA nomor 70 tahun 1978 dan pelanggaran pidana.
Pelanggaran pidana menjadi kewenangan polisi. Sedangkan pelangaran terhadap KMA Nomor 70 tahun 1978 tidak ada sanksi pidananya, maka solusinya kembali ke agamanya semula. “Kebetulan ke 19 warga Pracimantoro dimurtadkan dari islam ke agama lain. Solusinya kembalilah ke agamanya yang lama, kalau tidak cocok dengan agamanya yang baru,” pungkasnya. ([email protected])