GGLINK-NEWS-WONOGIRI-Tidak ada manusia yang hidup di dunia ini tampa ujian dan tantangan. Tetapi tidak semua orang mampu menghadapi ujian dan tantangan yang menghampirinya. Ujian ada kalanya menyedihkan. Ada pula ujian yang menyenangkan. Namun terkadang manusia baru tersadar tatkala ujian terasa memberatkan dan menyedihkan.
Padahal manakala kita lolos menempuh ujian dengan hasil sempur atau paling tidak nyaris sempurna, kualitas kepribadikan kita akan meningkat di sisi Tuhan. Keberhasilan kita meraih predikat dan derajat yang tinggi tidak hanya kita saja yang menikmati, justru orang lain generasi penerus kita yang menikmati.
Simak pelajaran yang dicontohkan keluarga kecil Nabi Ibrahim AS. Ada banyak hikmah yang patut diteladani dari keluarga ini. Ibrahim potret keluarga kecil. Ibrahim menikah dengan seorang wanita yang cantik jelita, tidak ada duanya di jaman Raja Namrudz saat itu. Istri nabi Ibrahim adalah Siti Sarah.
Beratus tahun Ibrahim hidup hanya berdua dengan Siti Sarah. Dalam sejarah dikisahkan usia Nabi Ibrahim mencapai 400 tahun lebih. Namun Siti Sarah tidak dapat memberikan keturunan, alias mandul. Bayangkan hidup ratusan tahun tampa anak. Sebuah ujian yang berat, teramat berat.
Ujian kembali dating. Siti Sarah menyarankan agar Ibrahim menikah lagi dengan wanita lain. Hal itu disampaikan Siti Sarah berulang ulang. Namun saran Siti Sarah tidak langsung diiyakan Ibrahim. Sampai akhirnya Ibrahim me-iyakan saran Siti Sarah dengan syarat. “Aku mau menikah lagi, tetapi ada dua syarat. Pertama aku tidak mau menceraikanmu. Kedua, aku meminta tolong engkaulah yang mencarikan calon istri keduaku,” tutur Ibrahim, kira kira begitu.
Rupanya tidak mudah mencarikan istri kedua untuk Ibrahim. Kenapa tidak mudah? Saat itu jaman jahiliah, jaman berhala. Wanita masih langka. Syarat kecantikanpun bukan ukuran. Tetapi keshalehan, wanita shalehahlah standarnya. Setelah melalui proses panjang akhirnya Siti Sarah menemukan wanita yang disyaratkan nabi.
Dialah Siti Hajar. Siti Hajar adalah wanita yang jelek, hitam kelam dan dari kasta terendah. Singkat cerita. Siti Hajar akhirnya dinikahi Ibrahim. Tidak lama kemudian, Siti hajar hamil. Lahirlah Ismail. Sejak kehamilan sampai kelahiran, ujian dating, justru dari istri pertamanya, Siti Sarah. Dia cemburu terhadap Siti Hajar. Siti Hajar berparas jelek tetapi mampu memberikan keturunan dari Ibrahim.
Untuk menghindari hal buruk terjadi, Siti Sarah diungsikan dari rumah Ibrahim, dijauhkan dari Siti Sarah menuju ke bukit Bakka. Sebuah pegunungan berbukit batu gersang nan tandus. Tidak ada satu tumbuhan, bahkan rumputpun tak bertumbuh di sana. Saat diungsikanpun Siti Hajar bingung. “Wahai suamiku, apa alasan mengungsukan saya dan anakmu ke bukit ini,” tanya Siti Hajar. Nabi Ibrahim menjawab, “Ini perintah Allah, aku harus melaksanakannya,” jawab Ibrahim.
Sebelum meninggalkan Siti Hajar dan Ismail kecil, Ibrahim berdoa jadikanlah negeri ini menjadi negeri yang aman dan makmur. Hari demi hari, Siti Hajar tidak kuat menyusui Ismail kecil. Air susunya kering, tak lagi mengeluarkan ASI-nya. Sementara di bukit itu, tidak ada tanda kehidupan. Bahkan setetes airpun tidak ada. Siti Hajar terus berjuang mempertahankan hidup Ismail kecil dan dirinya. Dia mencari sumber mata air, naik bukit, turun ke lembah, namun tidak berhasil menemukannya.
Di puncak kelelahan mencari air, Siti Hajar kembali menemui Ismail. Ternyata sekembali Siti Hajar, di sekitar Ismail kecil ditinggalkan, ditemukan air mengalir. Doa nabi Ibrahim didengar dan dikabulkan Allah. Saat itulah bukit Bakka menjadi bukit yang makmur dan aman.
Ujian untuk Ibrahim pun belum selesai. Di kala anaknya, Ismail mulai beranjak dewasa, ujian dating lagi. Ibrahim bermimpi agar menyemebelih anaknya. Ibrahim gundah dan bingung bukan kepalang. Anak semata wayangnya yang ditunggu-tunggu sejak ratusan tahun silam, di saat senang senangnya mempunyai anak, dia diperintahkan untuk menyembelihnya.
Ibrahim memikirkanya selama tiga hari. Baru disampaikan kepada anaknya Ismail. Di luar dugaan. Ismail membenarkan mimpi itu. Ismail juga menyetujui dan siap dirinya disembelih oleh ayahnya. Di pagi yang cerah, di waktu Dhuha, saat itulah Ibrahim melaksanakaan perintah Allah untuk menyebelih Ismail. Allah menggantikan Ismail dengan seekor domba. Maha Kuasa Allah.
Sejak saat itulah Idul Adha, idul kurban dicatat abadi di dalam Al-Quran Surat Assafat. Sepeninggal Nabi Ibrahim, syariat yang baik itu dilaksanakan nabi Ismail, dan nabi seterusnya, sampai Nabi akhir jaman Muhammad SAW pun melaksanakannya. Nabi Muhammad membenarkan dan kemudian melaksanakan Isra dan Mikraj.
Muhammad menemui ruh Nabi Ibrahim di Baitul Makmur di langit ketujuh. Berita itu kemudian dikabarkan kepada umatnya. Bahwa Nabi Ibrahim telah diangkat dengan derajat yang tinggi di sisi Tuhannya. Sekarang, kini seluruh Umat Muslim meneladaninya. Semoga kita menjadi golongan orang beriman dan bertakwa. Maha benar Allah dengan segala firmannya. Antara lain dikutip dari ceramah Ustad Sriyono SAg Khotib dan Imam Shalat Idul Adha di halaman Polres Lama Wonogiri.([email protected])