
INFOWONOGIRI.COM-JATIPURNO-Perempuan berjilbab ini mempunyai nama unik. Nyamik Saptati. Kata “nyamik” tidak ada dalam kamus bahasa indonesia, arab, dan inggris. Pun dalam kamus jawa, tidak ada juga.
Coba tanyakan ke mbah google. Tidak ada juga! Yang ada kata nyamuk. Hewan kecil, pemakan darah. Bukan nyamuk yang dibahas di sini. Tetapi sosok Nyamik Saptati ustadzah (guru wanita) dan mubalighoh (penceramah wanita).
“Nyamik itu nama panggilan. Kurang lebih artinya -anak- yang terlahir kecil dengan mulut kecil dan bergerak terus,” kata Nyamik. Kata Saptati karena terlahir sebagai anak ke 7 dari 7 bersaudara, di Wonogiri 3 Mei 1970.
Nyamik tinggal di Nglerak RT 03 RW 04 Slogoretno Jatipurno Wonogiri. Bersama suami Ade Gunawan dan tiga anaknya; Muhhamad Adam Alfad (17), Nuzila Kholidah Alfad (15) dan Yahya Ayas Alfad (12).
Salah satu alasan orang tua memberi nama Nyamik lantaran suaranya kecil. Seperti anak-anak, meski Nyamik. Banyak orang salah sangka jika hanya mendengar suaranya, tampa melihat orangnya.
“Ketika telphone banyak yang mengira saya anak anak. Padahal saya sudah njentik-njentik (berusaha merubah suara agar tampak bersuara besar. De bisa bicara dengan uminya (ibu)?, Padahal saya sendiri yang terima telpon,” katanya tertawa.
Nama ayahnya Karmorejo (alm), mantan Jogoboyo, ibu Waginem pedagang. Ada pelajaran berharga yang tak terlupakan Nyamik. Berkat doa ayahnya ia menjadi wakil rakyat di Komisi IV DPRD II Wonogiri utusan PKS Kecamatan Jatipurno (Dapil II).
Ayahnya meninggal 24 Nopember 2013. Sebelum meninggal sempat berbicara serius dengan Nyamik. Ayah bilang Nyamik akan terpilih menjadi wakil rakyat. Namun beliau bilang, saat terpilih nanti, ayahnya tidak mengetahuinya lantaran telah tiada.
“Saya menangis, bingung tapi bahagia,” kata Nyamik. Kata orang, lanjut Nyamik, agar ucapan ayahnya tak terbukti, syaratnya harus diceritakan. Maka diceritakanlah itu ke mana-mana. Ternyata ayahnya meninggal, setelah Nyamik terpilih.
Pelajaran lain, Nyamik menjadi kelinci percobaan orang tua dan kakaknya. Enam kakaknya tidak ada satupun yang belajar di lembaga pendidikan agama. Tetapi Nyamik-lah yang diarah-arahkan bersekolah di lembaga agama islam.
Nyamik lulus SD, SMP, Madrasah Diniah dan Aliah Ponpes di Kudus, dan IKIP Veteran Semarang. Lalu menjadi guru Madrasan Diniah Arrohmah di Bekasi. Tahun 2005 kembali ke Wonogiri, mengabdi untuk ibunya. Sebab enam kakaknya perantau.
Ilmu agama islam bermanfaat di dunia dan -kelak- di akherat. “Tidak sia sia,” kata wanita penghobi jalan-jalan. Jika capek, suaminya yang mengobati? “Suami saya dokter. Dokter hati,” pungkasnya. (baguss)